Kalau kita membaca dan menelusuri surah Al-Baqarah, di pembuka surah
tersebut, akan di dapatkan sebuah statement Allah bahwa di dalam Al-Qur'an
tidak ada satu ayat pun yang patut diragukan kebenaran dan otentisitasnya. Kemudian, di ayat-ayat
berikutnya, Allah mengklasifikasi manusia dari dimensi teologi menjadi tiga
jenis: Mu'min, Kafir, dan Munafik.
Setelah membagi dan
menggolongkan jenis manusia, masih di awal surah tersebut, Allah menguatkan
masing-masing pengertian di atas dengan mensugesti hati nurani manusia -agar
terbuka menerima kebenaran- dengan ayat-ayat yang argumentatif, bukan sekedar
stimulatif. Pendekatan yang digunakan sangat jelas dan tegas, sehingga
diharapkan keyakinan dan iman manusia bertambah kuat dan kokoh. Setelah
bukti-bukti naluriah, Allah menguatkan iman manusia dengan bukti-bukti
teoritik.
"Dan jika
kalian tetap dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surah (saja) yang semisal Al-Qur'an itu, dan
ajaklah saksi-saksimu selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang
benar" (QS. 2:23).
Allah tidak pernah
memaksa manusia. Islam datang untuk membebaskan akal manusia dari belenggu
sistem yang ada. Islam memberi cahaya pelita agar akal mampu melihat nilai baik
atau buruk.
Oleh karena itu,
untuk meyakinkan eksistensi kemukjizatan Al-Qur'an, Allah menggunakan
variasi-variasi pendekatan sebagai berikut:
- Mula-mula meyakinkan mereka yang meragukan
Al-Qur'an. Pada tahap ini, Allah menantang mereka agar dapat menunjukkan sebuah
'duplikat' Kitab yang menyamai Al-Qur'an. Boleh dibantu unsur manusia dan jin
(QS. 17:88).
- Ketika mereka masih beranggapan Muhammad yang
membuat Al-Qur'an dan meyakini tesisnya itu benar, sementara mereka tidak bisa
membuat yang semisal, maka -dengan bijak- Allah menurunkan standar permintaan
kepada mereka untuk mendatangkan sepuluh surah saja yang mereka buat dan mampu
menyamai Al-Qur'an, sekalipun dibantu oleh para sastrawan handal. (QS. 11:13).
- Bahkan, ketika mereka tidak mampu membuat
sepuluh surat,
dan masih tidak meyakini kebenarannya, Allah mempersilahkan mereka membuat satu
surah saja, walau pun dibantu oleh para pemimpin terkemuka. (QS. 2:23).
- Sebagai statement terakhir, setelah ternyata
mereka terbukti tidak mampu, Allah memberikan peringatan secara keras, bahwa
mereka harus tunduk, atau neraka yang berbahan bakar orang kafir itu sebagai
tempat semayamnya.Biasanya, apabila Allah swt sampai membuat statemen yang
disertai dengan ancaman, berarti permasalahan tersebut masuk dalam kategori VIP
(Very Important Principle), masalah prinsip yang sangat penting.
Kehebatan Al-Qur'an
Kehebatan Al-Qur'an
antara lain dapat dilihat dari dua sisi pendekatan:
Pertama: Pendekatan Historis
Telah dimaklumi
bersama, bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang paling fasih lisannya dan paling
utama bahasanya. Mereka membanggakan-banggakan kelebihan tersebut terutama pada
tiga kesempatan, yaitu: ketika kelahiran anak laki-laki, ketika mencari
kuda-kuda pilihan, dan ketika lomba cipta syair antar suku. Anak laki-laki
dijadikan unsur motivator, kuda digunakan untuk berperang, sedang syair sebagai
ciri keutamaan lisan suatu suku.
Mereka kerap
menyelenggarakan parade-parade dan kompetisi sastra. Media mereka adalah lisan.
Mereka juga sering mengadakan festival-festival sastra tingkat tinggi, dengan
mengangkat para juri yang bertugas menilai syair dan prosa hasil buah pikiran
dan perenungan para sastrawan utusan masing-masing suku. Juri-juri ini dipilih
dari para pakar yang menguasai parameter serta kaidah-kaidah bahasa dan sastra.
Kemampuan tata bahasa dan kefasihan mereka sangat tinggi.
Setelah kehadiran
Nabi Muhammad saw, yang datang dengan membawa kalam Ilahi, ternyata mereka
tidak mampu menyainginya. Mereka semua seolah tenggelam dalam lautan keindahan
'sastra' yang belum pernah mereka kenal sebelumnya. Mereka semua terpana dalam
kekaguman akan isi dan makna ucapan Muhammad saw yang mereka anggap luar biasa.
Padahal isi pembicaraan beliau bukanlah sejenis pidato, pantun, syair, ataupun
prosa. Yang jelas nampak dalam pembicaraan beliau adalah kalimat-kalimat lugas
yang sarat dengan makna dan kebenaran.
"Katakanlah,
"Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakan-nya kepadamu, dan
tidak pula memberitahukan kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu
beberapa lama sebelumnya. Maka apa kalian tidak memikirkannya?" (QS.
10:16).
Demikianlah, mereka
terpaku di hadapan keagungan Al-Qur'an seraya tertunduk malu. Lihatlah Abu
Jahal, pemuka orang-orang kafir dan musyrik, ketika datang kepada Nadlir bin Hakim,
seorang jaksa dan tokoh pembesar mereka, dan berkata: "Wahai Nadlir,
engkau termasuk orang yang paling tahu tentang Muhammad, coba katakan apa yang
menarik dari Al-Qur'an?". Nadlir menjawab, "Demi Allah, aku lebih
tahu tentang syair serta seni bahasa dan sastra daripada kamu. Aku pun paham
tentang sihir dan paranormal. Demi Allah, Al-Qur'an bukanlah jenis perkataan
paranormal dan bukan pula jenis jampi-jampi tukang sihir. Sungguh, Al-Qur'an
memiliki kemanisan dan keindahan yang menakjubkan. Bagian atasnya berbuah dan
bagian bawahnya tumbuh lebat. Jelas kitab ini bukan buatan manusia.". Abu
jahal balik meminta, "Coba upayakan agar Al-Qur'an ini dinilai sebagai
sihir. Pikirkan dan otak-atiklah!". Akhirnya Nadlir pun menyatakan bahwa
Al-Qur'an adalah sihir yang dapat dipelajari. Maka, turunlah ayat:
"Sesungguhnya
dia telah memikir-mikirkan dan membuat ketetapan. Maka celakalah dia! Bagaimana
dia bisa membuat ketetapan (seperti itu)?. Kemudian celakalah dia! Bagaimana
dia bisa membuat ketetapan (seperti itu)?. Kemudian dia memikir-mikirkan,
kemudian dia bermuka masam dan merengut, kemudian dia berpaling (dari
kebenaran) dan takabur (menyombongkan diri),
lalu dia berkata:
"(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari
orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia" (QS.
74:18-25).
Bila para ahli
bahasa, ahli sastra, ahli balaghah saja lumpuh dihadapan Al-Qur'an, bagaimana
dengan yang selain mereka?
Kedua: Pendekatan Ilmiah
Dalam pendekatan
ilmiah, ada dua sudut tinjauan. Tinjauan etimonologi dan tinjauan terminologi.
Bahasa dan istilah atau makna.
Dari sudut bahasa,
para ahli mendapatkan bahwa di setiap ayat, kata, bahkan huruf Al-Qur'an
terdapat suatu pengertian yang hebat, yang menampilkan sisi-sisi
kemukjizatannya. Makna yang tinggi itu dibentuk sedemikian rupa, sehingga
mempunyai jangkauan-jangkauan yang jauh, cakupan yang luas, normatif, sekaligus
metodologis dan sistematis.
Diriwayatkan, suatu
hari datang seorang laki-laki kepada seorang ulama yang nampak begitu gembira
dan senang. Lelaki itu bertanya, "Mengapa anda kelihatan demikian
gembira?". Ulama itu menjawab, "Aku baru saja membaca sebuah ayat
Al-Qur'an. Dalam satu ayat tadi, aku mendapatkan dua kabar, dua perintah, dua
larangan dan sekaligus dua anugerah". "Apa itu termaktub
semua?", tanya lelaki itu. Sang ulama pun menjelaskan: "Inilah
ayatnya:
"Dan Kami
ilhamkan kepada ibu Musa: "Susukanlah dia. Dan apabila kamu khawatir
tehadapnya, maka jatuhkanlah ia ke dalam sungai. Janganlah kamu khawatir dan
janganlah bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya
kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul" (QS. 28:7).
Kata "Kami
ilhamkan" dan "kamu khawatir" adalah dua kabar. Kata
"Susukanlah dia" dan "jatuhkanlah dia" adalah dua perintah.
Kata "Janganlah kamu khawatir" dan "janganlah kamu bersedih
hati" adalah dua larangan. Kata "Kami akan mengembalikannya
kepadamu" dan "menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul"
adalah dua pernyataan anugerah".
Juga dalam surah
Ali 'Imran, 3:191, yang berisi tentang pribadi Ulul Albab. Ayat ini bukan hanya
bersifat normatif karena kandungan doktrinnya, tetapi juga berisi spesifikasi
dan karakteristik Ulul Albab, metododologi pencapaiannya secara sistematik,
sekaligus implikasi dan pengaruh positif dari terbentuknya pribadi Ulul Albab.
Demikian pula dalam
surah 16:125. Ayat ini bukan saja berisi tuntutan normatif tentang da'wah,
tetapi sekaligus bermuatan tuntunan metodologis yang sangat sistematis dan
ilmiah. Serta masih banyak ayat-ayat lain yang serupa.
Adapun dipandang
dari sudut terminologis (makna ayat), kandungan Al-Qur'an dapat diikhtisarkan
menjadi tiga dimensi sifat: Komprehensif, karena membahas berbagai disiplin
ilmu pengetahuan, seni, dan terapi jiwa; Eternal dan Reformis; serta menjangkau
dimensi-dimensi non-inderawi (gaib).
Pertama, Al-Qur'an
bersifat komprehensif, membicarakan segala aspek. Seluruh materi kehidupan
terhimpun dalam Al-Qur'an melalui perkataan Nabi Muhammad "al-Ummiy".
Walaupun dia bukan seorang akademisi, bahkan tidak bisa baca tulis, namun dia
mampu menjabarkan seluruh apa yang dibutuhkan manusia serta memecahkan berbagai
problematika yang mereka hadapi. Problematika yang meliputi, hukum,
undang-undang, sistem stratifikasi sosial kemasyarakatan, keluarga, serta
masalah-masalah pribadi.
Misalnya, sistem
hukum dapat dipecahkan melalui delapan kata: "Wa syaawirhum fil amri,
faidzaa 'azamta fatawakkal 'alallah" ("Dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam permasalahan, maka jika kalian telah ber'azam (bertekad, sepakat)
bertawakkallah kepada Allah").
Dalam problema
sosial ekonomi kemasyarakatan yang mengandung implikasi politik, cukup
dipecahkan dengan empat belas kata. Tujuh kata dialamatkan kepada 'Haakim'
(pemerintah): "Khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahhiruhum wa
tuzakkiihim bihaa" ("Ambillah dari harta-harta mereka sebagai
shadaqah untuk membersihkan dan menyucikan mereka"). Dan tujuh kata lain
dialamatkan kepada 'mahkuuminn' (rakyat): "Wa fii amwaalihim haqqun
ma'luumun lis-saailiin wal-marhuum" ("Dan pada harta-harta mereka ada
hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak
memperoleh bagian").
Dalam problem rumah
tangga, dipecahkan melalui delapan kata: "Walahunna mitslul-ladzii
'alaihinna bil-ma'ruuf walir-rijaali 'alaihim darajah" ("Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya").
Jadi, untuk
memecahkan problematika manusia, berupa hukum, undang-undang, masalah sosial,
ekonomi, dan politik kemasyarakatan, serta kerumah-tanggaan, Al-Qur'an cukup
hanya menggunakan tiga puluh kata saja.
Demikian pula
problema keduniaan yang universal. Para ilmuwan, pengamat, pakar dan pemikir,
telah menghabiskan umur untuk memecahkan problematika ini, namun tidaklah
berhasil sebagaimana yang dicapai Al-Qur'an, yang telah membuka 'kran' ilmu
pengetahuan bagi manusia hingga mengalir tak habis-habisnya. Al-Qur'an juga
membuka kesempatan seluas-luasnya bagi manusia dalam mengembangkan dinamika
keilmuannya.
Barangkali inilah
pengertian kemukjizatan Al-Qur'an. Jika semua solusi qur'ani di atas diterapkan
secara tepat, niscaya tidak akan muncul di permukaan bumi ini problema
kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi yang lebar, situasi politik yang serba
caos, disharmoni keluarga, dan kehancuran rumah tangga. Para
hartawan dan pengusaha merasa aman dengan usahanya, para penerima shadaqah
merasa tenang dengan keberlangsungan hidupnya, masyarakat umum merasa tenteram
dalam harmonika kehidupan yang adil dan sejahtera.
Kedua: Al-Qur'an
bersifat eternal dan reformis. Berjalan sesuai dengan tuntutan zaman. Tidak
kontradiksi dengan perkembangan rasio dan keilmuwan. Allah mengetahui bahwa
manusia selalu berkembang, dinamis dan progresif.
Andaikan
hukum-hukum alam serta teori-teori ilmiah disusun secara definitif dan
terbatas, maka manusia akan kacau balau, bingung, dan akan ingkar serta
mendustakan kebenaran agama.
Adalah suatu
realitas yang tetap dalam tradisi kemanusiaan dalam hal produk berfikir. Bahwa
kebenaran kemarin merupakan cerita bohong hari ini, dan kebenaran hari ini
merupakan ketakhayulan hari esok. Rasio manusia senantiasa mencari-cari dan
melayang. Karena ciri-ciri demikian, maka al-Qur'an datang dalam format
elastis, berjalan seiring dengan derap kemajuan manusia. Semakin ilmu
pengetahuan manusia bertambah, kian terbukti pula kemukjizatan dan kehebatan
Al-Qur'an.
"Kami akan
perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk serta
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka, bahwa sesungguhnya
Al-Qur'an itu benar..." (QS. 41:53).
Demikian pula,
setiap ditemukan kebenaran ilmiah, disitu sudah diisyaratkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an tidak bertentangan dengan kebenaran ilmiah. Dan inilah sebagian
rahasia dari berbagai rahasia Al-Qur'an.
"Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari
Allah, tentu mereka akan mendapatkan di dalamnya banyak yang bertentangan"
(QS. 4:82).
Ketiga: Al-Qur'an
mampu menjangkau dimensi-dimensi non-inderawi. Misalnya, Al-Qur'an telah
memprediksi kemenangan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, setelah
beberapa saat sebelumnya mengalami kekalahan besar dari bangsa Persia.
Ternyata prediksi Al-Qur'an itu benar-benar terbukti (QS. 30:2-3).
Uraian di atas
mengantar kita yakin akan kemukjizatan dan kehebatan Al-Qur'an. Manusia, bahkan
jin, secara jelas tidak akan pernah mampu membuat semisal Al-Qur'an. Mengapa
kita masih enggan mempelajarinya?.
Al-Qur'an pedoman hidup
Setiap manusia
menginginkan hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Oleh karenanya, ia
membutuhkan pedoman yang akan menuntunnya dalam meniti jalan kehidupan ini.
Al-Qur'an, sebagai the way of life for human ciptaan Allah swt, akan dapat
menjadi pedoman, petunjuk, pembimbing, penjelas, dan berita gembira bagai
setiap manusia apabila:
Pertama: Meyakini
penuh, tanpa ada unsur ragu terhadap kebenaran Al-Qur'an. Tiada satu sistem pun
di dunia ini yang dapat menyelamatkan manusia, kecuali sistem Qur'ani. Semua
sistem yang ada -baik politik, ekonomi, maupun social- yang tidak merujuk pada
Al-Qur'an telah terbukti gagal menyejahterakan umat manusia. Islam adalah agama
yang lengkap, utuh dan integral. Kita mesti yakin Islamlah alternatif sistem
yang paling tepat untuk menyelesaikan berbagai problema kehidupan dalam segala
dimensinya.
Kedua: Menjadikan
Al-Qur'an sebagai mitra, guru, dan 'surat
cinta'. Tiada hari terlewatkan tanpa berkomunikasi dengan Kalam Allah,
sebagaimana dilakukan para ulama shalafush-shalih. Hari-hari dalam kehidupan
mereka tidak pernah lengang dari Al-Qur'an. Setiap bulan -minimal- mereka
mengkhatamkan bacaan Al-Qur'an. Pada masa Kekhalifah Umar bin Abdul Aziz,
beliau selalu menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan dengan merujuk langsung
pada Al-Qur'an. Beliau selalu membacanya meskipun hanya dua atau tiga ayat,
kemudian berkomentar, "…mudah-mudahan aku tidak tergolong orang-orang yang
meninggalkan Al-Qur'an".
Rasulullah saw
bersabda: "Barangsiapa membaca satu ayat Al-Qur'an, baginya pahala sepuluh
kebaikan dalam setiap huruf. Dan barangsiapa yang mendengarkan, baginya cahaya
di hari Kiamat."
Para huffazh (penghafal Al-Qur'an) dianggap
membuat suatu kesalahan bila dia lupa (tidak memperhatikannya). Oleh karena
itu, kita harus memperbanyak membaca Al-Qur'an serta membiasakannya secara rutin
dan berkesinambungan. Ini dalam rangka mengikuti jejak para sahabat, para ulama
shalafush-shalih, sekaligus menaati perintah Allah dan Rasul-Nya untuk membaca
dan memahami isi kandungannya.
Ketiga:
Meperhatikan etika dan kaidah membaca dan men-tadabbur-i (memahami dan
menghayati) Al-Qur'an. Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya
Al-Qur'an diturunkan dalam keheningan. Maka menangislah dikala membacanya. Bila
tidak bisa, maka berusahalah menangis-nangiskannya".
Hadits ini
mengharuskan adanya usaha ke arah penghayatan Al-Qur'an dan menjaga tipu daya
setan yang selalu berusaha memalingkan manusia dari kesukaan tadabbur
Al-Qur'an. Meskipun baru sampai pada taraf oral, kita dituntut untuk terus
membaca, sehingga Al-Qur'an benar-benar membekas dalam kalbu.
Suatu malam, ketika
kebanyakan manusia tengah terlelap dalam tidurnya, khalifah Umar bin Khattab
sedang melakukan hirasah (ronda), beliau mendengar seseorang tengah membaca
Al-Qur'an dengan syahdu:
"Dengan
menyebut Asma' Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Demi bukit. Demi
Kitab yang tertulis, pada lembaran yang terbuka. Demi Baitul Ma'mur. Demi atap
(langit) yang ditinggikan. Demi laut yang menggelora. Sungguh adzab Rabb-mu
pasti dan nyata akan datang!"(QS. 52:1-7).
Ketika mendengar
ayat ini dibaca, tiba-tiba beliau seperti menggigil dan berkata, "Sungguh,
ini adalah sebuah persaksian (sumpah) yang benar. Demi Rabbnya Ka'bah……",
setelah itu beliau terjatuh pingsan. Salah seorang sahabat yang sempat
menyaksikan kejadian tersebut, segera mengangkat dan membawa masuk ke rumahnya.
Tiga puluh hari beliau di sana
karena sakit.
Menjadi kebiasaan
Umar bin 'Abdul 'Aziz selesai shalat Isya' beliau mengambil air wudhu kemudian
shalat dan membaca ayat :
"(Kepada
malaikat diperintahkan): 'Kumpulkan orang-orang zhalim beserta teman sejawat
mereka dan sesembahan yang selalu mereka sembah selain Allah; maka tunjukkanlah
mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka, karena sesungguhnya mereka akan
ditanya'." (QS. 37:22-24).
Beliau selalu
mengulang ayat: "waqifuuhum innahum mas'uuluun" (Dan tahanlah mereka,
karena sesungguhnya mereka akan ditanya). Demikian dilakukan sampai datang azan
subuh. Wallahu a'lam bish-shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar